RMK91FM - Bagi masyarakat Indonesia, kabar keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa atau Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) mungkin tidak begitu menarik untuk di ketahui. Bagi sebagian "tidak menarik" mungkin karena ketidaktahuan kenapa Inggris mengadakan referendum untuk menentukan keluar tidaknya Inggris dari MEE. Dan minggu lalu, masyarakat Inggris sudah menentukan nasibnya, bahwa Inggris akhirnya keluar dari MEE melalui referendum dengan suara 52% menyatakan keluar, dan 48% suara tetap diu MEE.
Dilihat dari konteks Britania Raya, keputusan keluarnya Inggris dari MEE sepertinya mengakibatkan "perpecahan" karena negara Britania Raya lainnya seperti Wales, Scotlandia, dan Irlandia masih memilih untuk bergabung dengan Uni Eropa. Tapi soal "perpecahan" tersebut dan apa dampaknya mungkin kita belum tahu selanjutnya.
Nah, bagi saya sebagai masyarakat umum tentunya ingin tahu kenapa atau apa pertimbangan sebagian besar masyarakat Inggris memilih keluar dari MEE. Lebih-lebih mungkin karena saya penggemar tim sepak bola asal ratu Elisabeth ini, jadi lebih penasaran dan ingin tahu pertimbangan-pertimbangan apa sehingga referendum ini bisa terjadi.
Keluarnya Inggris dari Uni Eropa menjadi momen bersejarah sejak
berdirinya Uni Eropa selama 60 tahun terakhir. Inggris bergabung Uni
Eropa sejak tahun 1973 silam, bahkan sejak nama Uni Eropa menggunakan
nama terdahulu, yakni European Economic Community (EEC).
Dua tahun kemudian, yakni pada tahun 1975, menyerukan digelarnya
referendum karena rakyat Inggris merasa terbebani oleh EEC. Hasilnya,
sebagain besar rakyat Inggris kala itu menyatakan ingin tetap bergabung
EEC.
Setelah 41 tahun kemudian atau pada tahun 2016, Inggris kembali
menggelar referendum untuk menentukan nasib negara itu dalam Uni Eropa.
Nah, belum lama ini, laman Telegraph melaporkan, ada 10 alasan mengapa
Inggris harus meninggalkan Uni Eropa, sebagaimana dikatakan seorang
jurnalis yang juga penulis, David Hannan.
1. Inggris mengalami defisit perdagangan dengan negara-negara anggota
MEE (Uni Eropa) yang dengan rata-rata 30 juta poundsterling per hari.
Sebaliknya, neraca perdagangan Inggris mengalami surplus dengan setiap
benua di dunia.
2. Pada tahun 2010, kontribusi ‘kotor’ Inggris untuk anggaran Uni
Eropa mencapai 14 miliar pound sterling. Padahal, Inggris hanya bisa
menyimpan 7 miliar pound sterling setahun dengan seluruh pengeluaran
pemerintah.
3. Angka yang tercatat di Komisi Eropa, biaya tahunan regulasi Uni
Eropa lebih besar daripada keuntungan dari pasar tunggal dengan 600
sampai 180 miliar euro.
4. Kebijakan Pertanian Bersama membebankan setiap keluarga biaya
sebesar 1.200 pound sterling per tahun karena tagihan makanan menjadi
lebih tinggi sejak Inggris masuk UE.
5. Jika berada diluar Kebijakan Perikanan Umum UE, Inggris bisa
mengembalikan kendali atas perairan hingga 200 mil dari garis tengah.
Inggris pun dapat mengambil sekitar 65 persen saham Laut Utara.
6. Analisis mendalam oleh Departemen Kehakiman Federal Jerman
menunjukkan bahwa 84 persen dari undang-undang di negara yang berasal
dari Uni Eropa, bukan dari domestik Inggris.
7. Di luar Uni Eropa, Inggris akan bebas untuk menegosiasikan
perjanjian perdagangan yang jauh lebih liberal dengan negara-negara
dunia ketiga daripada di Uni Eropa. Selama ini, Inggris harus berdagang
dibawah Tarif Eksternal umum.
8. Negara-negara dengan PDB per kapita tertinggi di Eropa Norwegia
dan Swiss. Keduanya memiliki ekspor yang lebih proporsional ke Uni Eropa
lebih besar dengan tingkat ekspor Inggris ke Uni Eropa.
9. Diluar Uni Eropa, Inggris bisa menerapkan deregulasi, lebih kompetitif, dan menikmati surga ‘lepas pantai.’
10. Inggris akan lebih demokratis jika berada di luar Uni Eropa
Semoga informasi ini bisa sebagai "pencerahan" bagi kita. Setidak-tidaknya kita bisa sedikit banyak tahu, kenapa masyarakat Inggris memilih keluar dari Uni Eropa atau Masyarakat Ekonomi Eropa. GB..
(PeterWaworundeng) dilansir dari Telegraph/pojoksatu/BBC
0 komentar:
Posting Komentar
Thanks