PT. Radio Mitra Kawanua
Gedung Graha Jasa Group
Jl. Toar 59/61 - Manado | Kode Pos : 95112
Marketing : 0853 9888 2049 Peter (WA)
email : radio.mitrakawanua@yahoo.co.id


Selasa, 12 Juli 2016

Mencari Padanan Frasa 'Open House'

Momen Lebaran sangat identik dengan aktivitas pejabat negara yang menyelenggaraan perhelatan dengan membuka pintu rumah bagi kerabat, sahabat, hingga staf di kementerian atau lembaganya untuk bersilaturahmi. Sebagian di antara mereka menyebut perhelatan itu sebagai halalbihalal, yang lainnya memakai istilah dari kosakata bahasa Inggris, "open house".

Tepatkah menggunakan istilah "open house" untuk kegiatan halalbihalal saat Lebaran?

Menurut Wikipedia, "an open house" adalah sebuah kegiatan diselenggarakan di sebuah lembaga yang pintu-pintunya terbuka bagi warga masyarakat, untuk memasuki ruang-ruang yang ada di lembaga tersebut, sehingga masyarakat memperoleh informasi dari sana.

Sekolah dan universitas biasa menyelenggarakan kegiatan seperti ini. Tujuannya untuk menarik minat calon-calon siswa dan mahasiswa dengan memperlihatkan fasilitas yang dimiliki dan menjalin komunikasi informal di antara mereka.

Namun belakangan, istilah "open house" digunakan pengusaha rumah dan rumah susun untuk memasarkan jualan mereka kepada calon pembeli. Pengusaha atau pengembang menyelenggarakan acara itu dengan mengundang calon pembeli atau siapa pun yang berminat untuk melihat-lihat fasilitas dan kamar-kamar yang ada dalam rumah atau rumah susun yang dipasarkan itu.

Karena gencar penggunaan frasa "open house" itulah, sejumlah pejabat tersihir untuk ikut-ikutan menggunakan istilah yang sama dalam perhelatan halalbihalal Lebaran. Jika ketat dengan pemakaian bahasa, penggunaan "open house" untuk kegiatan halalbihalal jelas kurang disarankan.


Pilihan kata "halalbihalal" atau "silaturahmi"/"silaturahim" lebih pas agaknya.

Di kalangan pemerhati dan peminat bahasa Indonesia, seperti dikutip dari Antara, ada usaha menemukan padanan "open house". Sejumlah padanan yang ditawarkan antara lain "gelar griya" dan "sambang griya".

Kedua istilah itu tampak mencoba menerjemahkan makna "open house" dengan mencari padanan kata per kata sehingga maknanya tertangkap oleh pembaca. Penerjemahan semacam ini sepertinya tak memuaskan sebagian khalayak.

Maka itu, mereka lebih memilih "halalbihalal" sebagai terjemahan untuk "open house" khas Lebaran itu.

Tentu jika ditelusuri maknanya, "halalbihalal" tak sama persis dengan "open house". Pada istilah pertama, pengunjung hadir mungkin sebatas pada para tamu yang mengenal tuan rumah, sedang pada istilah kedua, tamu yang diundang bisa siapa saja termasuk masyarakat umum.

Untuk itu, istilah "halalbihalal" dirasa kurang menjangkau makna yang dikandung "open house". Ada yang mengusulkan "pisowanan" sebagai sinonim "open house".

"Pisowanan" adalah kata bentukan dalam bahasa Jawa dari "sowan", berarti "berkunjung". Namun konsep ini mengandung nilai sosio-kultural yang menempatkan pengunjung berada dalam strata sosial yang lebih rendah dari tuan rumah.

Dalam "pisowanan", raja sebagai tuan rumah membuka pintu keraton bagi rakyat untuk bertatap muka dan berdialog. Karena mengandung ketaksetaraan sosial dan beraroma feodel, para pemerhati masalah bahasa Indonesia yang berasal dari latar belakang bukan Jawa merasa kurang nyaman menerima "pisowanan".

Sononim lain yang terlontar di kalangan pemerhati masalah bahasa Indonesia untuk "open house" adalah "pintu terbuka". Lontaran istilah ini juga mencoba menerjemahkan "open house" secara kata per kata.

Sejauh ini belum ada kata sepakat di kalangan pemerhati dan ahli bahasa untuk memilih sinonim yang paling tepat. Mereka, yang sebagian besar adalah sarjana dan ahli bahasa di Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, berencana membahasa masalah itu dalam sebuah pertemuan yang diselenggarakan di Bandung, 5 Agustus mendatang.

Yang ideal memang menemukan satu kata, bukan frasa, yang bisa menjadi sinonim untuk "open house". Pencarian sinonim dengan satu kata untuk istilah yang berupa frasa dalam bahasa Inggris dan diterima terjadi antara lain untuk "working paper", yang semula diterjemahkan menjadi "kertas kerja" dan kini tergantikan dengan sinonim "makalah".

Seperti ditulis Qaris Tajudin, "makalah" diambil dari bahasa Arab, "maqaalah" yang semula berarti "diskusi", "obrolan" tapi kemudian bisa berarti "artikel". Perubahan atau penambahan makna itu terkait konteks kesejarahan bahwa dulu transfer ilmu dilakukan lisan dan dihapal, namun kini upaya itu dilakukan secara tertulis, lewat buku dan artikel.

Tampaknya, pemadanan "open house" dengan "gelar griya", "sambang griya", maupun "pintu terbuka" untuk sementara bisa dipertimbangkan oleh pengguna sampai saatnya ada yang menemukan sinonim yang tepat untuk frasa "open house".

Bukankah pada mulanya publik terbiasa dengan "kertas kerja" untuk menerjemahkan "working paper" sampai akhirnya ditemukan sinonim yang lebih ringkas dan diterima bernama "makalah"?

Yang cukup mengherankan adalah masih adanya sikap meninggalkan istilah yang sudah mantap itu untuk kembali pada istilah asing hanya karena hasrat keblinger berupa rasa bangga menggunakan istilah asing. Bukankah anda sering membaca dalam spanduk sebuah acara dengan menggunakan istilah "workshop", alih-alih "lokakarya"?
 

(CNNIndonesia.com)

0 komentar:

Posting Komentar

Thanks